terjajah dinegeri sendiri
muhammad tamim pardede - bocah36@yahoo.com
Rakyat Indonesia terjajah dinegerinya sendiri
Muhammad Tamim Pardede
0813 832 832 34
bocah36@yahoo.com
yahushua_hamahsiah@yahoo.com
Negara Indonesia didirikan setelah terbentuknya bangsa Indonesia pada 28 oktober 1928. Maka selayaknya tatanan yang ada dalam negara haruslah mengikuti alur kebangsaan, sebagai wujud kedaulatan rakyat yang sebenarnya. Negara hanya merupakan sarana penyelenggaraan kebangsaan, yang diatur oleh ideologi dan sistem yang berfalsafahkan Pancasila. Maka kedudukan MPR sebagai lembaga bangsa haruslah menjadi sumber acuan bagi penyelenggara negara (lembaga negara) dalam hal ini presiden sampai kebawah, merea semua bukanlah Pemerintah tetapi hanya sekedar pegawai penyelenggara administrasi negara.
MPR adalah lembaga bangsa, bukanlah lembaga partai. Maka sangat tidak benar bila anggota MPR terposisikan secara otomatis menjadi anggota DPR. Karena fungsi MPR sebagai tempat berkumpulnya para cendikiawan yang memerintah kuli-kuli bangsa yang dijabat oleh presiden sampai tingkatan terbawah, sedang DPR tempat berkumpulnya para wakil rakyat yang mewakili para suku bangsa (bukan parpol). Sebab sejarah Indonesia adalah Bangsa Indonesia bukannya partai Indonesia. Negara Indonesia didirikan untuk kepentingan Bangsa Indonesia, bukannya kepentingan parpol.
Dengan kenyataan ini maka parpol harus segera dibubarkan karena tidak sesuai dengan semangat sumpah pemuda. Mereka para pemuda tersebut adalah perwakilan suku bangsa yang bersumpah untuk bersatu sebagai Bangsa Indonesia bukan perwakilan partai. Seharusnya seorang dari Aceh, Ambon, Bugis, Sunda, Papua, Manado, Padang, Timor, dan Batak memiliki kesempatan yang lebih besar dan diutamakan, untuk menjadi anggota mpr & dpr sebagai pengontrol terhadap para karyawan mereka yaitu presiden beserta kabinetnya, sejauh mereka memiliki kapasitas, untuk menduduki tersebut, dan yang paling terpenting untuk duduk dikursi tersebut, adalah kwalitas keilmuan mereka, seharusnya merekalah yang memperoleh hak yang legitimate untuk memerintah dari rakyat dan untuk rakyat, merekalah yang lebih berhak mengatur negeri mereka ini.
Jika wacana semacam ini masih saja terwujud, tentu menandakan proses perjalanan Indonesia menjadi sebuah nation state adalah gagal alias kosong tak bernyawa karena belum benar benar bermuara pada kokohnya bangunan kebangsaan seperti yang kita agung-agungkan. Karena kita diciptakan ALLAAH berbangsa-bangsa atau bersuku-suku, bukannya dengan berpartai-partai, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
Hai insan, sesungguhnya KAMI menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi ALLAAH ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.( QS 49:13)
Sedangkan kenyataannya saat ini, parpol telah berkuasa dan duduk sebagai penjajah Bangsa Indonesia.
Institusi kebangsan yang sebenarnya mewakili suku bangsa untuk duduk di MPR & DPR, telah terjajah secara sistematis oleh parpol dinegeri ini. Kepala suku telah menjadi budaknya ketua partai, rakyat telah menjadi budaknya presiden, MPR telah dimandulkan oleh MK. Pribumi telah menjadi jongos orang asing…………..berlangsung keadaan ini dari hari kehari, dari masa ke masa.
MPR yang juga anggota DPR, atau DPR yang katanya mewakili Rakyat bersidang dengan menggunakan Jas setelan mewah yang dibeli oleh uang Rakyat. Padahal kalau mau jujur mereka harus bersidang dengan menampilkan identitas suku bangsa yang mereka wakili. Ini negara sudah menjadi sarana proyek penjajahan terhadap Rakyat, padahal Rakyatlah yang sebenarnya menjadi Majikan mereka. Derita Rakyat senantiasa berkepanjangan, lepas dari mulut buaya masuk ke mulut singa dan lalu kemudian terlempar ke mulut beruang. Bukti bahwa Rakyat telah menjadi obyek yang terjajah adalah sebagai berikut :
pemerintah telah dengan paksa merampas puluhan ribu hektar hutan adat yang dari generasi ke generasi dikontrol, dimiliki dan diolah oleh warga negara Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat adat. Ia mengubah status hutan-hutan tradisional itu menjadi tanah negara tanpa sedikitpun berdiskusi dengan masyrakat adat atau meminta persetujuan mereka."
“Mereka berpendapat bahwa kita telah menyerahkan tanah kita demi kepentingan nasional. Hanya setelah mereka merusak lingkungan sekitar kita, kita sebagai masyarakat adat hanya mendapatkan sisa-sisanya belaka.” ( Laode Abubakar, Buton, Sulawesi Tenggara.)
Demikianlah derita masyarakat agama dan adat yang tiada berkesudahan, mereka tidak lagi memiliki tanah, tidak lagi boleh menjalankan Hukum berdasarkan agamanya masing masing, dan justru dipaksa untuk mematuhi hukum buatan bangsa asing atau yang diambil dari system yang sama sekali asing dalam segenap aspek legalnya, saat ini mereka telah dijajah oleh ‘pemerintahannya’ sendiri, slogan bhineka tunggal ika yang berangkat dari semangat persatuan antara keyakinan/agama, ras & suku yang berbeda kini telah berubah menjadi bhineka partai tunggal kuasa.
Kursi mpr & dpr yang seharusnya lebih pantas dan wajib diduduki oleh wakil dari tokoh agama & suku bangsa sebagai komponen asli pembentuk bangsa, kini telah diduduki petualang politik yang menjadikan parpol sebagai kendaraan tunggangannya dalam menjajah negerinya sendiri. Sebagai contoh, di Sumatra Barat, tiga puluh orang tokoh masyarakat adat (nagari dalam bahasa setempat) telah mengidentifikasikan persoalan perampasan lahan dan hutan oleh perusahaan penebangan kayu dan perkebunan sebagai masalah utama yang mereka hadapi. Hal ini, selain penerapan paksa sistem pemerintahan desa yang seragam, menyebabkan hancurnya mekanisme tradisional dalam mengatur eksploitasi sumberd daya alam.
Dalam masyarakat dan bangsa Nusantara yang majemuk, peran paham kebangsaan sebagai dasar kehidupan bernegara amat penting untuk memelihara persatuan dan kesatuan atas dasar kebersamaan dan toleransi. Bhineka Tunggal Ika sebagai poros dasar pluralisme, akan menjalin kepentingan semua warga masyarakat dan semua warga bangsa yang taat kepada Bapak Bangsa.
Pada perilaku tingkatan kehidupan berbangsa sebenarnya merupakan peringkat yang lebih lanjut dari kesadaran bermasyarakat yang berbasis keyakinan/agama & kesukuan. Setiap warga bangsa dari suku, agama, ras, lingkungan adat atau lingkungan bahasa manapun adalah juga warga-bangsa Nusantara dari suatu lingkar acuan yang lebih luas. Dalam tataran ini, warga masyarakat menjadi warga bangsa yang mencakup tetapi sekalian melintas kesukuan, keagamaan, keturunan ras ataupun lingkungan adat. Meskipun orang berasal dari lingkungan adat, suku, kedaerahan dan kebahasaan yang berbeda-beda, perasaan senasib dan sepenanggungan dengan sesama bangsanya makin tumbuh dalam kesadarannya.
Namun apa yang terjadi dinegeri ini, negeri plural katanya yang bersemangatkan Bhineka Tunggal Ika ini??? Ternyata negeri ini telah dipecah belah kepentingan parpol dan kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar